Minggu, 18 Desember 2011

Tulun (Niki-Niki)


OLEH :
YORINCE TOBE

SEJARAH PEMERINTAH ADAT
KERAJAAN AMANUBAN (BANAM)

A.     Asal Usul Nama Kerajaan Amanuban
Nama kerajaan Amanuban berasal dari kata Ama atau Amaf  Nuban. Ama artinya bapak dan Amaf artinya pemimpin atau kepala, sedangkan Nuban adalah nama suku. Dengan demikian Amanuban atau Amafnuban artinya bapak atau kepala suku Nuban.
Nama suku Nuban inilah yang diabadikan menjadi nama dari kerajaan Amanuban hingga sekarang. Suku Nuban ini di kemudian hari di sebut Nubatonis artinya Atoni Nuban atau orang Nuban.
Keturunan suku Nuban ini masih banyak terdapat di TTS dan ada juga yang mengembara dan menetap di Kecamatan Amarasi bagian timur, Kabupaten Kupang hingga sekarang. Dewasa ini keturunan suku Nuban hampir seluruhnya telah menjadi Kristen karena itu sebagian menggunakan nama marga Nuban sedangkan selain menggunakan nama marga Nubatonis hingga sekarang.
Nama julukan kerajaan Amanuban ialah Banam.  

B.     Suku-Suku Pendiri Amanuban
Diperkirakan pada awal abad ke XVI, terjadi pengembaraan suku-suku dari Belu dan TTU ke bagian Barat Pulau Timor yaitu TTS dan Kabupaten Kupang sekarang. Dalam pengembaraan ini ada empat suku yang menetap di Desa Tunbes. Ke empat suku di maksud ialah suku Nuban, suku Asbanu dan Suku Nomnafa.
Keempat suku ini dianggap sebagai empat bersaudara yang dikenal dengan sebuta “keos ha, mone ha” artinya empat lelaki/jantan, empat putra. Diantara keempat suku ini, suku Nuban atau Nubatonis di sepakati sebagai pemimpin (Amaf) dari keempat suku tersebut. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka Amaf Nuban diberi gelar Nai Nuban. Gelar Nai  adalah gelar pemimpin masyarakat di Belu. Sedangkan suku Tenis di beri hak sebagai tuan tanah (Anah pah) yang bertugas untuk membagi-bagi tanah kepada rakyat untuk diolah demi kesejahteraan hidup mereka.
Dengan demikian keempat suku ini adalah pendiri atau peletak dasar dari kerajaan Amanuban yang kita kenal sekarang dengan Tunbes sebagai ibukota atau pusat kerajaan Amanuban yang pertama. Setelah itu beberapa suku yang mendiami kawasan di sekitar Tunbes menggabungkan diri dengan Amanuban. Suku-suku yang menggabungkan diri antara lain Suku Fina, Suku Boko dan Suku Nitbani. Beberapa waktu kemudian bergabung pula suku Am Abi atau Amabi dan suku Tkesnai.

C.      Tunbes Sebagai Pusat Pertama Kerajaan Amanuban
Tunbes terletak di Amanuban Timur sekarang yang dahulu di kenal dengan nama Kefektoran Noebunu.
Nama semulanya Tunbes adalah Tunbes yang berarti tempat tercapainya besi sepanjang masa. Tetapi, karena perubahan ucapan atau ejaan maka kata Tutbes kemudian menjadi Tunbes.
Puncak Tunbes ini dijadikan pusat pemerintah kerajaan Amanuban karena di pandang sebagai tempat yang di restui oleh roh para leluhur keempat suku peletak dasar dan aman dari serangan atau gangguan suku-suku lain.
Batas-batas Tunbes waktu itu ialah :
-    Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah suku Tkesnai di Noebunu dan Amanatun
-    Sebelah Barat berbatasan dengan Noefatu dan Amabi
-    Sebelah Selatan berbatasan dengan sungai Benai dan wilayah Sonbai, dan
-    Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Timor.
Kawasan Tunbes dianggap berbatasan dengan laut Timor. Tunbes sulit di capai oleh suku lain yang hendak memerangi Amanuban. Dari Tunbes inilah Nai Nuban dan keturunannya memerintah kerajaan Amanuban yang semakin luas, karena banyak suku lain menggabungkan diri dengan kerajaan Amanuban.
Sejak itu masyarakat Amanuban menjadi aman tentram dan cukup sejahtera. Di bawah pemerintah Nai Nuban, di bentuk pula perangkat pemerintah dengan pembagian tugas masing-masing sesuai suku-suku yang ada. Misalnya suku Tenis diangkat sebagai tuan tanah dengan sebutan “Ana Pah” atau “Ana Amnes”, Suku Fina yang kemudian diganti dengan suku Nakamnanu dan Suku Isu di beri gelar Nai Mone Usif lelaki. Sedangkan Suku Sae dan Suku Boko di beri gelar Nai Feto (Usif Perempuan).
Dalam perkembangan lanjut, para anaf dari semua suku di Amanuban membentuk sebuah badan permusyarawatan yang dapat disebut sebagai Dewan Amaf.
Dewan Amaf inilah yang menetapkan Nai Nuban sebagai penguasa tunggal atas wilayah dan seluruh rakyat Am nuban dan disapa sebutan Nai Nuban atau pun Am Nubuf artinya Bapak peletak dasar.
Bukti-bukti peninggalan sejarah dimaksudantara lain berupa kuburan kuno dan sisa-sisa bangunan yang tersusun dari batu karang di lereng-lereng bukit Tunbes di Kecamatan Amanuban Timur sekarang.
 
D.     Peralihan Pemimpin di Amanuban
Pada waktu nai Nuban memerintah di Amanuban, perdagangan Kayu Cendana dan Lilin antara pemerintah dan masyarakat Pulau Timor dengan pedagang Portugis dan Cina sudah ramai berlangsung karena itu Nai Nuban juga terlibat dalam perdagangan Cendana dan Lilin dengan para pedagang Protugis dan Cina waktu itu. Akan tetapi, karena Nai Nuban tidak bersekolah, maka beliau tidak dapat membaca angka-angka timbangan dan sulit menghitung harga Cendana dan Lilin yang dijual.
Akibat Nai Nuban sering di tipu dan menderita banyak kerugian. Bahkan sebaliknya Nai Nuban banyak berhitung pada para pedagang sebanyak “Hau Meni Tupu Fanu Ma Nini Tasu Fanu” (delapan tumpuk kayu Cendana dan Lilin delapan kuali).
Dalam keadaan merugi seperti itu datanglah dua orang sahabat di Tunbes. Kedua sahabat itu dikisahkan bernama Olak Mai dan Isu. Kedua orang ini dituturkan berasal dari bagian barat Amnuban yaitu dari arah Kupang. Tentang asal-usul kedua orang ini, banyak penutur yang simpang siur. Namun menurut keertadar Madja, Olak Mai dan sehabatnya dari Rote belayar menuju kupang. Dari Kupang mereka berkelana ke Timur melalui Oe kabiti di Amarasi, menyusuri pantai selatan timor lalu tiba di Nunkolo, Kerajaan Amanatun. Di tempat ini Olak Mai dan Isu tinggal sementara. Raja Amanatun lalu memanggil kedua orang ini dan mereka diharuskan mengantar upeti berupa hasil bumi kepada Raja Amanatun waktu itu.
Kemudian Olak Mai mengawini seorang puteri dari Raja Amanatun yang bernama Fnatun Banunaek. Setelah itu Olak Mai melanjutkan perjalanan dan menetap di Tunbes ibukota Amanuban waktu itu. Disini Olak Mai ikut berdagang Cendana dan Lilin dengan para pedagang Portugis dan Cina. Dari Usa dagang ini, Olak Mai berutang besar karena rupanya Olak Mai bersekolah dan dapat membaca timbangan dan pandai menghitung harga jualnya, sehingga ia tidak bisa ditipu. Harga Cendana dan Lilin menjadi mahal karena kepandaian Olak Mai.
Karena itu rakyat yang menjual Cendana dan Lilin sangat berutang dan mereka sangat menghormati Olak Mai. Olak Mai sendiri tergolong yang baik hati sebab dri keuntungan usahanya ia rela membayar seluruh hutang Nai Nuban sebanyak Hau Meni Tupu Fanu Ma Nini Tasu Fanu.  Atas jasa-jasa Olak Mai tersebut maka semua Amaf termasuk Nai Nuban kepada Olak Mai sebagai tanda pengalihan kepemimpinan. Dalam satu upacara adat, para Amaf Amanuban menyerahkan sejumlah uang bukti hak atas tanah Banam yang disebut “Moin Nai Banam”.
Dengan penyerahan Moin Nai Banam tersebut, maka pemerintah kerajaan Amanuban secara resmi dan sah beralih dari Nai Nuban kepada Olak Mai. Olak Mai inilah yang menjadi leluhur Dinasti Nope sekarang ini. Sejak itu sekitar akhir abad ke-XVII. Olak Mai dan keturunannya secara turun temurun memerintah kerajaan Amanuban hingga Indonesia merdeka.
Dari cerita diatas dapat disimpulkan bahwa peralihan pemerintahan dari nilai Nuban kepada Olak Mai terutama disebabkan karena Olak Mai lebih pandai karena bersekolah dan cukup ahli dalam berdagang cendana dan Lilin sehingga sangat menguntungkan rakyat.

E.      Perpindahan Ibukota Amanuban dari Tunbes ke Niki-Niki
Setelah Olak Mai memerintah di Tunbes Olak mai yang diberi gelar Nai seo atau Moen Mese, tetap mempertahankan Tunbes sebagai Ibu kota kerajaan Amnuban dan Banam, hingga raja keempat bernama Nai seo juga.
 Baru pada masa pemerintahan raja kelima turunan Olak Mai yang bernama Bill Banu, ibu kota Tunbes dipindahkan ke Pili, kemudian pada masa pemerintahan raja Usif Nope, ibu kota Pili di pindahkan ke Niki-Niki. Sejak itu gelar “Nai” diganti dengan gelar Usi atau Usif dan nama marga Nope mulai digunakan oleh turunan Olak Mai atau Nai Seo. Nope artinya awan yang membentang dan melayang tinggi di langit untuk menjadi “aobet, a neot, a hofot” artinya penutup, penaung dan pelindung masyarakat Amnuban. Karena itu Nope persamakan dengan “Uis Neno” artinya Tuhan Allah dalam kepercayaan halaik orang Amnuban.
Perpindahan ibukota Tunbes ke Pili dan dari Pili ke Niki-Niki pada awal abad ke XVIII, terutama di dasarkan atas dua pertimbangan, yaitu :
Pertama : pertimbangan ekonomi dimana letak Niki-Niki lebih strategis dalam
                    perdagangan cendana dan Lilin.
Kedua      : pertimbangan keamanan dimana Tunbes, kewarga suku Nuban, Tenis dan
Asbanu mulai cecok dengan keluarga Nope dan Raja Jabi dari Suku Am Abi    mulai membelot dari kerajaan Amnuban.
Akibatnya pemimpin suku Nuban yaitu Kolo Nubatonis, pemimpin suku Tenis yaitu Kolo Tenis dan pemimpin suku Asbanu yaitu Te Asbanu di hukum dan melarikan diri. Beberapa waktu kemudian baru mereka kembali untuk berdamai dengan Nai Seo raja Amnuban.
Sedangkan suku Am Abi diperangi oleh raja Amnuban dan mengungsi ke Kupang. Di Kupang suku Am Abi membentuk kefektoran Am Abi dekat Kota Kupang dan keturunannya masih ada hingga sekarang.
Cerita sejarah ini mengingatkan kita bahwa sejak dahulu Dinasti Nope yang memerintah kerajaan Amnuban, mengidamkan suatu pemerintahan yang melindungi dan menaungi rakyat, mensejahterakan rakyat melalui pembangunan ekonomi dan tidak betolerir setiap kekacauan dan pembelotan yang mengusik keamanan masyarakat.

F.      Struktur Organisasi Pemerintah Adat Amnuban
Dibawah kepemimpinan Dinasti Nope, struktur organisasi pemerintahan adat kerajaan Amnuban sudah di tata dengan baik. Hal ini dapat diamati pada gambar bagan berikut ini :




STUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN ADAT
KERAJAAN AMNUBAN 


 






























Keterangan :
 

            = Garis Komando

                         = Garis Konsultasi



G.     Pembagian Wilayah Pemerintahan di Kerajaan Amnuban
Wilayah kerajaan Amnuban terbagi atas 7 Kefektoran yaitu :
1.    Kefektoran Noe Bunu
2.    Kefektoran Noe Liu
3.    Kefektoran Noe Honbet
4.    Kefektoran Noe Siu
5.    Kefektoran Noe Muke
6.    Kefektoran Noe Beba; dan
7.    Kefektoran Noe Meto
Setiap kefektoran dipimpin oleh Fektor yang juga biasa disapa dengansapaan Usi atau Usif. Para Fektor tersebut diangkat oleh Usif/Raja dari saudara-saudara Usif atau kerabatnya. Dengan demikian, peran dan tugas para Fektor merupakan perpanjangan tangan selanjutnya tiap wilayah kefektoran terbagi atas sejumlah wilayah Oof dan setiap wilayah Oof terbagi atas sejumlah wilayah Ketemukungan atau Lopo. Dari setiap wilayah Ketemukungan atau Lopo terbagi atas beberapa Mnasi Kuan yang setingkat kampong.

H.     Silsilah Raja Amnuban
Ibukota pertama Kerajaan Amnuban adalah Tunbes. Pada awal abad ke XVII, Nai Nuban secara resmi menyerahkan pemerintahan atas kerajaan Amnuban kepada Olak mai atau Nai Seo yang adalah leluhur pertama dari Dinasti Nope.
Penyerahan pemerintahan isi resmi karena di dasarkan pada hasil musyawarah para Amaf pada waktu itu dan ditandai dengan Moin nai banam sebagai berikut maka terhitung mulai Olak Mai atau Nai Seo, memerintah pada awal abad XVI, hingga awal kemerdekaan Indonesia, Dinasti Nope sudah menurunkan 13 (tiga belas) Usif/Raja.
Ke-13 Usif/Raja dimaksud adalah :
1.      Olak Mali/Nai Seo, sebagai Raja Pertama
2.      Nai Oil, Putra nai Seo sebagai Raja Ketiga
3.      Nai Bill, Putra nai Oil sebagai Raja Ketiga
4.      Nai Seo (kedua), Putra Nai Seo sebagai Raja Keempat
5.      Usi Tu Nope, Putra Nai seo sebagai Raja Kelima
6.      Usi Louis Nope, Putra Usi Tu Nope sebagai Raja Keenam
7.      Usi Baki Nope, Saudara kandung dari Usi Louis Nope sebagai Raja Ketujuh
8.      Usi Bill Nope, Putra Usi Baki Nope, sebagai Raja Kedelapan
9.      Usi Bill Nope, Putra Usi Sanu Nope, sebagai Raja Kesembilan
10.  Usi Noni Nope, Adik Usi Bill Nope sebagai Raja Kesepuluh yang memerintah dari tahun 1910-1920
11. Usi Pae Nope atau petrus Nope, putra dai Usi Neno sebagai Raja Kesebelas yang memerintah dati tahun 19250-1942
12. Usi Leu Nope atau paul Nope, Putra dari Usi Petrus Nope sebagai Raja Keduabelas yang memenrintah dari tahun 1942-1948
13. Usi Kusa Nope, Putra dari Usi Paul Nope sebagai Raja yang Ketigabelas atau raja terakhir yang memerintah dari tahun 1948-1952.

Kemudian dari tahun 1952-1958 Usi Kusa Nope menjadi kepala daerah Swapraja Amnuban dan sejak tahun 1958 Usi Kusa Nope terpilih menjadi Bupati Kepala Daerah. Tingkat II Kabupaten TTS yang pertama. Dengan demikian sejarah mencatat bahwa Dinasti Nope jugalah yang menjadi peletak pertama dari pembangunan Kabupaten TTS.
Dari silsilah tersebut, ada beberapa hal yang menarik yaitu :
1.     Hingga Raja Ke-empat, para Raja atau kaum bangsawan ini menggunakan gelar “Nai” yang biasa digunakan para Raja atau kaum bangsawan di belu.
Ini berarti ada hubungan politik pemerintahan dari hubungan sosial budaya antara masyarakat Belu dengan masyarakat TTS khususnya dengan kerajaan Amnuban.
2.     Mulai Raja ke-lima Tu Nope, baru menggunakan gelar Usi atau Usif, bersamaan dengan penggunaan nama marga Nope yang berarti Awan. Sejak itu nama marga Nope di abadikan hingga raja terakhir bernama Usi Kusa Nope sampai sekarang. Penggunaan gelar Usif dan penggunaan marga Nope menunjukan bahwa Dinasti Nope adalah keturunan atau jelmaan dewa langit atau dewa matahari (Neno Anan).
Hal ini penting, karena nama asli Olak Mai diketahui hingga sekarang kecuali keluarga Nope sendiri. Demikian pula asal usulnya yang pasti.
3.     Membaca nama Raja Louis Nope yang memerintah sekitar pertengahan abad ke-XVIII, patut dapat diduga bahwa Raja ini sudah menganut agama Kristen.
Hal ini sudah tentu sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan gereja Tuhan di Amnuban khususnya di TTS pada umumnya.

Ñ   TARIAN DAERAH TTS   Ñ
1.   Bonet/Hering
2.   Gong
3.   Juk
4.   Maekat
5.   Oko Mama
6.   Bena-Bena
7.   Tari Perang